Wisata Dan Misteri Danau Ranu Grati

WISATA PASURUAN


       Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur memiliki salah satu objek wisata menarik namanya Ranu Grati. Panorama Ranu Grati terkenal sangat indah. Airnya tenang, nyaris tak berombak. Warna airnya hijau dan biru.
Ranu Grati merupakan danau air tawar yang terletak di tepian tiga desa, yakni Desa Ranu Klindungan, Sumber Dawesari dan Kalipang. Di Selatan danau terdapat tebing setinggi 50 meter. Di Utara, dibatasi tanah tidak kurang dari 2 meter dari permukaan air. Kawasan ini termasuk kaki Utara Kaldera Tengger.
Ranu Grati termasuk jenis danau maar, yakni danau vulkanik akibat letusan gunung berapi dengan ciri dasarnya sangat dalam. Bagian dasarnya berbentuk corong. Keberadaan Danau Ranu Grati erat kaitannya dengan aktivitas vulkanik pada saat tertentu, maka air di Ranu Grati banyak mengandung sedimen mineral.
Dengan kecantikan panorama dan air yang tenang, Ranu Grati bisa memanjakan penyuka wisata air. Pengunjung bisa keliling danau naik perahu atau mengayuh sepeda air. Tepi para pengunjung tidak boleh melewati batas perairan yang telah ditentukan oleh pengelola.
Tempat ini juga sangat cocok bagi para pemancing. Bila sedang beruntung, dengan umpan hanya berupa lumut sungai, pengunjung mengail ikan nila, mujair, dan kadang patin. Di tepian barat dan timur Ranu, banyak dibudidayakan ikan air tawar semacam gurame.
Ranu Grati terletak tidak jauh di sebelah selatan pantai utara, diantara ruas jalan Pasuruan-Probolinggo. Sejak 2000, Pemerintah Kabupaten Pasuruan telah dengan gencar memperkenalkan wisata Ranu Grati sebagai ajang banyak kegiatan seperti Lomba Olahraga Air tingkat Jawa-Bali.
1. Tank Amfibi Tenggelam



Danau ini memiliki sejarah kelam dan pernah menggegerkan Masyarakat Indonesia. Pada 17 Okotober 1979 ada tragedi tank amfibi dari Batalyon Zipur 10 Amfibi beserta seluruh isinya tenggelam. Sebanyak 22 prajurit TNI dilaporkan tewas dalam peristiwa nahas tersebut.
Peristiwa tragis itu hingga sekarang masih diliputi misteri karena bangkai tank dan seluruh awaknya tidak berhasil ditemukan.
Saat itu, ada sekitar 6 sampai 7 tank amfibi dari Batalyon Zipur 10 Amfibi tembak berdatangan memasuki wilayah Grati melewati jalan-jalan kecil desa menuju danau.
Hari itu mereka akan mengadakan latihan rutin di Ranu Grati. Bagi anak-anak desa di sekitar danau, acara latihan pasukan amfibi itu merupakan tontonan menarik yang tidak boleh dilewatkan. Rencananya seluruh Tank Amfibi akan menyeberang danau.
Sesaat sebelum kejadian nahas itu terjadi, beberapa sesepuh sekaligus juru kunci Ranu Grati sudah menyarankan agar anggota Marinir yang berniat latihan itu agar sebelum turun ke air mengadakan ritual terlebih dahulu.
Kemudian mengadakan acara selamatan dengan memandikan para anggota Pasukan Amfibi dengan air bunga kamboja. Ada juga yang menyarankan latihan ditunda atau dibatalkan. Namun latihan tetap diteruskan.
Satu demi satu tank amfibi memasuki Ranu Grati dan bergerak menyeberang. Setelah semua tank di air, proses penyeberangan berjalan normal-normal saja.
Secara tiba-tiba, 50 meter menjelang pendaratan, satu buah tank kehilangan daya apung dan langsung tenggelam seperti tersedot ke dalam danau. Seluruh awaknya tidak dapat diselamatkan.
Berbagai upaya pencarian dilakukan, bahkan sampai berhari-hari. Bahkan, penyelam asing yang khusus didatangkan mencari mereka pun angkat tangan. Jejak tank amfibi dan awaknya tidak pernah ditemukan.
Masyarakat setempat percaya, Ranu Grati dijaga ular yang sangat besar bernama Nogo Baru Klinting. Ular tersebut setiap saat bisa menelan siapa saja yang mengusik ketenangannya.
Berdasarkan cerita yang dipercaya masyarakat sekitar, pagi itu saat peristiwa nahas terjadi, Nogo Baru Klinting sedang mengadakan sebuah pesta dengan Ratu Pantai Selatan.
Sampai saat ini banyak masyarakat yang masih percaya bahwa penunggu Ranu Grati berhubungan dengan mahluk gaib di Pantai Selatan Laut Jawa. TNI Angkatan Laut membangun sebuah monumen, tugu peringatan yang berlokasi di sebelah timur danau.
2. Legenda Nogo Baru Klinting


Menurut legenda dan kepercayaan masyarakat sekitar, pada zaman dahulu Desa Ranuk Lindungan, tempat Ranu Grati berada merupakan sebuah wilayah bekas Kademangan Klindungan.
Kawasan itu terkenal dengan kesuburan alamnya. Di wilayah itu hidup seorang yang sakti, arif, dan bijaksana bernama Begawan Nyampo.
Suatu hari Begawan Nyampo didatangi wanita bernama Dewi Endang Sukarni dari keraton Mataram. Wanita tersebut melarikan diri dari keraton karena hendak dinikahkan dengan lelaki yang tidak dia sukai.
Dewi Endang Sukarni dikenal sebagai seorang gadis molek dan cantik jelita. Begawan Nyampo terpikat hatinya oleh wanita tersebut. Mereka akhirnya menikah.
Sebagai simbol rasa cintanya, Begawan Nyampo memberikan sebilah pisau kepada Dewi Endang Sukarni. Ada sebuah sayarat yang diberikan. Begawan Nyampo berpesan kepada Dewi Endang Sukarni agar tidak memangku pisau tersebut ketika hendak dipergunakan untuk mencari daun jati.
Tetapi, suatu ketika Dewi Endang Sukarni melupakan pesan Begawan Nyampo. Wanita itu memangku pisau pemberian lelaki yang jadi pujaan hatinya itu.
Keteledoran itu membuat Dewi Endang Sukarni hamil dan melahirkan seorang bayi setengah ular. Wujud manusia setengah ular itu diberi nama Nogo Baru Klinting. Bayi yang dilahirkan oleh Dewi Endang Sukarni tubuhnya dipenuhi sisik ular.
Karena kondisi tersebut, Nogo Baru Klinting dikucilkan penduduk sekitarnya. Tidak hanya itu, Begawan Nyampo yang menganggap Nogo Baru Klinting sebagai anaknya sendiri, merasa malu akan kejadian itu.
Begawan Nyampo dan Dewi Endang Sukarni akhirnya menyepakati untuk menyingkirkan Naga Baru Klinting.
3. Dua Tantangan


Berbagai upaya untuk menyingkirkan Nogo Baru Klinting dilakukan. Begawan Nyampo memberikan dua tantangan yang dianggap tidak akan bisa dilalui dengan selamat oleh Naga Baru Klinting.
Bengawan Nyampo memberikan dua tantangan tersebut dengan dalih untuk meyempurnakan tubuh Nogo Baru Klinting yang setengah ular supaya menjadi manusia seutuhnya. 
Tantangan pertama yang diberikan untuk Nogo Baru Klinting, mengambil air dengan menggunakan keranjang bambu yang berlubang. Ternyata walau menggunakan keranjang bambu berlubang, Nogo Baru Klinting bisa mengisi sebuah kolam luas yang dibuat oleh Sang Begawan.
Kemudian tantangan kedua, Bengawan Nyampo menyuruh Nogo Baru Klinting untuk membunuh buaya putih. Padahal, buaya putih itu yang diperintahkan Begawan Nyampo untuk melenyapkan Nogo Baru Klinting dari muka bumi.
Buaya Putih itu sebenarnya, Raden Dodo Putih yang tak lain adalah adik Begawan Nyampo. Dengan berbagai kesaktian Nogo Baru Klinting itu, akhirnya nyali Begawan Nyampo ciut.
4. Disuruh Tapabrata


Setelah dua tantangan itu dilalui, namun tubuh Nogo Baru Klinting tidak kunjung berubah jadi manusia seutuhnya. Akhirnya, Begawan Nyampo membujuk Nogo Baru Klinting untuk melakukan tapa brata dengan melingkari Gunung Kelud.
Tapi sebenarnya tapa brata itu hanya tipu muslihat Begawan Nyampo saja. Saat melakukan tapa brata itulah Nogo Baru Klinting tewas. Tubuhnya dibantai dan dimakan oleh penduduk sekitar setelah dicacah menjadi 40 bagian.
Tempat pembantaian itu kini bernama Desa Mblereh. Sedangkan tempat pembersihan sisik (kresek) sekarang dinamai Desa Kresek.
Nama Desa Petangpuluh dahulu merupakan sebuah tempat pemotongan Naga Baru Klinting dan tempat pembakaran (tunu) daging menjadi nama Desa Grati Tunon.
Setelah Nogo Baru Klinting meninggal, Dewi Endang Sukarni bermimpi didatangi anak yang dilahirkannya bernama Nogo Baru Klinting. Kemudian wanita itu mencari anaknya. Dia tidak mengetahui jika anaknya telah mati dibantai penduduk.
Dewi Endang Sukarni yang sedang mencari Nogo Baru Klinting itu diejek dan disiksa. Dewi Endang Sukarni akhirnya kesal dan hilang kesabaran. Wanita itu pun memberikan pelajaran kepada orang-orang yang mengejek dan menyiksanya.
Dewi Endang Sukarni menantang setiap warga untuk mencabut Sodo Lanang yang ditancapkannya di dalam tanah. Sodo Lanang merupakan lidi pemberian dari Nogo Baru Klinting ke dalam mimpi Dewi Endang Sukarni.
Walau hanya sebatang lidi, Sodo Lanang ternyata tidak ada yang mampu mencabutnya. Saat itulah sebatang lidi bernama Sodo Lanang itu dicabutnya dan bekas lubang tancapan Sodo Lanang memancarkan air yang sangat deras.
Air itu semakin lama semakin deras memancar. Air itu terus menyembur dan menenggelamkan apa saja termasuk penduduk yang memperlakukan Dewi Endang Sukarni dan Nogo Baru Klinting seperti hewan.
Luapan air yang keluar dari bekas tancapan Sodo Lanang terus melebar hingga seluas 1085 hektare. Luas itu sama persis jika diukur dengan luas Danau Ranu Grati sekarang ini. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar